Jembrana, 23 September 2025 – Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 menjadi salah satu pilar penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Dalam konteks Bali, prinsip ini juga menyentuh Desa Adat yang memiliki kedudukan strategis dalam menjaga adat, tradisi, seni, dan budaya.
Keterbukaan informasi publik bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat, mewujudkan negara demokratis, serta mendorong tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Badan publik diwajibkan menyediakan tiga kategori utama informasi, yaitu informasi yang diumumkan secara berkala, serta-merta, dan setiap saat. Namun, terdapat pula informasi yang dikecualikan, misalnya yang menyangkut rahasia negara, hak pribadi, dan proses penegakan hukum.
Di Bali, keberadaan Desa Dinas dan Desa Adat memiliki peran berbeda, namun sama-sama penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Desa Adat, sebagaimana diatur dalam Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019, merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dengan kewenangan mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan nilai Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Desa Adat diberi tugas dan kewenangan luas, mulai dari menjaga ketenteraman, melestarikan hukum adat, hingga mengembangkan ekonomi berbasis tradisi dan kearifan lokal. Selain itu, lembaga pengambilan keputusan seperti Paruman Desa Adat dan Pesangkepan memiliki peran vital dalam menetapkan awig-awig, merencanakan pembangunan, serta mengelola aset desa adat.
Kearifan lokal Bali juga tercermin melalui penggunaan kulkul sebagai sarana komunikasi tradisional. Berbagai jenis kulkul, seperti kulkul dewa, kulkul butha, hingga kulkul manusa, masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk upacara keagamaan, tanda darurat, hingga kebutuhan pertanian.
Dengan penerapan keterbukaan informasi, masyarakat adat diharapkan semakin aktif berpartisipasi dalam pembangunan, menjaga kelestarian budaya, serta memastikan pengelolaan desa adat berjalan transparan dan akuntabel.